Korupsi Kaum Akademisi

“Seorang intelektual pada azasnya adalah seorang pengeritik masyarakat, seorang yang pekerjaannya mengidentifikasi, menganalisis dan dengan demikian membantu mengatasi rintangan-rintangan jalan yang menghambat tercapainya susunan-susunan masyarakat yang lebih baik, lebih berperikemanusiaan dan lebih rasional. Dengan demikian dia menjadi hati nurani masyarakat dan menjadi juru bicara dari kekuatan-kekuatan progresif yang terdapat dalam tiap periode tertentu dari sejarah. Dan dengan demikian mau tidak mau dianggap “pengacau” dan seorang yang menjengkelkan bagi penguasa” (Paul Baran).



Universitas dan Akademisi
Universitas secara umum dapat didefinisikan sebagai sekolah untuk pendidikan dan sekolah untuk penyelidikan, yang terdiri dari beberapa fakultas dan terikat pada Tri Dharma perguruan tinggi.
Menurut Hatta, dalam “Cendekiawan dan Politik”, tugas universitas adalah membentuk manusia susila dan demokratis yang :
1. mempunyai keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya dan dunia umumnya.
2. cakap berdiri sendiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan.
3. cakap untuk memangku jabatan negeri atau pekerjaan masyarakat yang memerlukan perguruan tinggi.
Oleh sebab itu, maka pendidikan ditekankan pada pembentukan karakter manusia seutuhnya. Pangkal segala pendidikan karakter adalah cinta akan kebenaran dan berani mengatakan salah dalam menghadapi sesuatu yang tidak benar
Dalam “Pengkhianatan Kaum Intelektual”-nya Julian Benda, masyarakat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, adalah Intelektual yakni orang yang dipandang sebagai golongan yang mendedikasikan hidupnya dalam pencarian kebenaran utama. Kedua, kaum awam yaitu orang yang seluruh hidupnya terikat pada fungsi mengejar kepentingan material dan duniawi.
Termasuk dalam barisan golongan Intelektual adalah dosen, akademisi, peneliti dan mahasiswa.
Kaum Intelektual hanya terdiri dari segelintir orang yang ”beruntung”. Golongan ini tidak diproduksi secara massal, tetapi spesial. Dengan segala keberuntungan yang dimiliki, seharusnya kaum intelektual menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan semestinya. Tidak mengkhianatinya dalam kondisi apapun, bahkan walau terdesak kebutuhan ekonomi, kebutuhan kekuasaan ataupun kebutuhan pragmatis sejenisnya.
Kaum ini adalah titian harapan seluruh rakyat agar bangsa dapat menjadi lebih baik. Mereka adalah kaum yang mampu mengkritisi kejahatan moral, penyalahgunaan kekuasaan, perilaku manusia dan kebijakan lainnya. Karena kemampuan untuk mengkritisi dan memberi saran, maka diasumsikan bahwa kaum ini bersih dari hal-hal yang dikritisinya. Seandainya moral kaum ini rusak, dapat dipastikan bahwa seluruh negeri akan rusak pula.

Korupsi
Menurut kamus bahasa Indonesia, korupsi diartikan sebagai kecurangan, penyelewengan/penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri, pemalsuan.
Korupsi pada dasarnya adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, sebab itu korupsi hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memegang kekuasaan. Kekuasaan dalam bentuk apapun. Kekuasaan pemerintahan, kekuasaan adat, kekuasaan perusahaan maupun kekuasaan institusi.
Salah satu wujud kekuasaan intelektual kampus,akademisi, adalah otoritas mereka untuk menjalankan fungsi mendidik dan mengelola di universitas. Ilmu yang diajarkan oleh mereka adalah ilmu yang wujudnya mencari kebenaran dan membela kebenaran.
Dengan segala definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa kaum akademisi melakukan korupsi ketika mereka tidak menjalankan fungsi dasar universitas, tugas dasar universitas, tujuan hidup intelektual dan harapan masyarakat terhadap peranannya.
Teknisnya, ketika Universitas menerapkan kebijakan biaya pendidikan yang tinggi bagi peserta didik, tanpa melakukan protes terhadap pemerintah. Maka dapat dikatakan bahwa akademisi universitas tersebut telah melakukan tindak korupsi. Karena menyebabkan akses pendidikan bagi peserta didik miskin menjadi terhambat.

Mendidik Berkarakter VS Mendidik Praktis
Tampaknya telah terjadi pergeseran makna pendidikan di Indonesia. Pendidikan tidak lagi di konsentrasikan kepada upaya mendidik mahasiswa untuk menjadi manusia seutuhnya yang dewasa dan berkarakter, melainkan telah bergeser menjadi upaya pelayanan jasa pendidikan semata. Dengan pergeseran ini diwajari bila Institusi pendidikan menetapkan “harga” yang tinggi bagi peserta didiknya.
Akhirnya kemudian, seleksi masuk perguruan tinggi tidak lagi didasarkan pada seleksi akademis semata. Tetapi juga didasarkan pada seberapa besar kemampuan peserta didik untuk dapat membayar biaya pendidikan. Semakin besar kemampuan membayar, semakin besar kemungkinan peserta didik dapat lulus seleksi masuk perguruan tinggi.
Selain itu, idealisme universitas yang diupayakan untuk menghasilkan manusia dewasa-berkarakter perlahan-lahan telah terkikis. Pendidikan di universitas hari ini, cenderung di desain untuk menghasilkan pribadi yang siap pakai sesuai dengan dunia kerja. Sehingga fungsi universitas dan pabrik menjadi tidak berbeda jauh. Pabrik menghasilkan produk industrinya yang berupa benda, sedang universitas menghasilkan produk pendidikannya berwujud manusia, tetapi tak jauh beda daripada benda.

Penutupan
Seperti quotes pembuka tulisan ini, seharusnya kaum inteletual hari ini dapat menjadi pijar hati nurani dan juru bicara bagi masyarakat. Membela, mengkontruksi dan membuang rintangan terwujudnya masyarakat yang lebih baik, sejahtera dan berkeadilan. Walaupun, usaha untuk mewujudkan ini menyebabkan kaum intelektual dianggap pengacau dan kaum yang menjengkelkan bagi penguasa.


Daftar bacaan.
- Dachlan, M.2001. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Arkola : Surabaya.
- Media Indonesia. 4 Mei 2005. tulisan ”Cendikiawan dan Korupsi”.
- Soedjatmoko. 1991.Soedjatmoko dan keprihatinan masa depan. PT. Tiara Wacana Yogya : Yogyakarta.
- Soekito ,Wiratmo(Ed).1984. Cendikiawan dan Politik. LP3ES : Jakarta.
- Uwes, Sanusi. dalam Moral Kaum Akademisi Kita. Publikasi Elektronik

Subscribe to receive free email updates:

4 Responses to "Korupsi Kaum Akademisi"

  1. sebuah pemikiran yang ideal
    saya pikir banyak pihak yang pasti seide dg bro, tapi qta ga' mungkin menutup mata klo ada jg yang mencemooh pemikiran cemerlang ini.
    Indonesia, yang notabenenya pendidikannya yang diadopsi dari Barat ibaratnya sistemnya tuch sudah sakit beratlah...............yg klo pepatah minang bilang "mambangkik batang tarandam"
    baik itu BHPT yang didengungkan sekarang, sebenarnya itu bagus tp klo lihat kondisi ekonomi mhs belum koherenlah, palagi dg kasus POM...........I THINK BRO STILL REMEMBER ABOUT THIS.
    tapi, gw jd bingung nich, soalnya ada teman yg b'pikiran klo pendidikan mahal kan sedikit yg kuliah jd lowongan kerja gampang?jawab dg tulisan n muat d blog yacg...........!

    ReplyDelete
  2. buat coment di atas,...kaya'nya gw kenal nih..!?
    begimana bisa, sedikit yang kuliah, malah lowngan kerja gampang. justru susah dong cari kerja. lha wong gak punya ijazah..
    yang sarjana aja susah dpt kerja, apa lagi yg gak sekolah. Tp frend, menurt gw c, beberapa dekade lagi, orang gak terlalu menganggap penting pendidikan formal. Alesannya, Biaya pendidikan yang tidak sebanding dengan outputnya. orang akan lebih memilih sekolah2 skill yang tujuannya aplikasi langsung. Tp yang mo jadi dosen ataw akademisi, rajin2 deh kuliah. sampe profesor iiyyaa..

    ReplyDelete
  3. Tulisan yang menarik..
    korupsinya kaum akademisi..
    Saya tertarik tuh sama referensi yang dari Hatta dan Julian Benda..

    Ulas juga donk..:D

    copas ya..
    buat kekasih ke teman teman yg katanya akademisi juga :D

    ReplyDelete
  4. http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons7/100.gif
    http://us.i1.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/emoticons7/100.gif

    ReplyDelete

Sahabat... semua ide punya cacat, tapi dengan pendapat dari mu, ide itu akan semakin sempurna :
Ayo sempurnakan ide agar dia jadi kenyataan,Demi PERUBAHAN!!!!