Agar Ayam Tak Mati di Lumbung Padi

“Individu yang merasa ditolak secara sosial, cenderung bertindak tak sehat. Kalimat tersebut adalah cuplikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Dr. Jean Twenge dari San Diego State University yang dipublikasikan oleh harian Republika edisi Kamis 19 September 2002. penelitian juga menemukan bahwa individu yang ditolak oleh individu lain atau oleh kelompoknya cenderung melakukan hal-hal yang tidak sehat dan berlaku sebagai orang kalah”




Beberapa hal yang ditemukan dari penelitian tersebut pada diri individu yang merasa tertolak oleh lingkungannya adalah sebagai berikut.

1.Timbul perasaan tidak peduli pada pola diet dan mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Penelitian menemukan pola konsumsi es krim berlebihan pada diri individu yang merasa ditolak oleh komunitasnya.

2.Terjadi perubahan drastis dan revolusioner. Bila sebelum timbul perasaan tertolak seseorang dikenal sebagai pribadi yang rajin maka ketika perasaan tertolak muncul, mendadak menjadi pribadi yang malas. Terjadi perubahan mendadak dari seorang yang dikenal cermat dalam tugas menjadi ceroboh dalam tugas. Atau terjadi perubahan diri pribadi yang disiplin menjadi pribadi yang kerap membolos.

3.Pribadi yang tertolak oleh lingkungannya menjadi pribadi yang kerap melakukan hal-hal yang beresiko tinggi, seperti sedikit melakukan ‘pemberontakan’ dan mungkin sedikit provokasi pada elemen yang dinilai oleh pribadi yang tertolak sebagai elemen yang establish. Pada titik ini, individu yang merasa tertolak oleh komunitasnya akan merasa bahwa tidak ada bedanya antara rajin atau malas, disiplin atau membolos dan bertanggungjawab, atau lari dari tanggungjawab.

Untuk lingkungan dakwah ini, sebenarnya kita bisa relatif tidak peduli jika saja persoalan ketersisihan dari lingkungan ini hanya berhubungan dengan konsumsi es krim dari ikhwan atau akhwat. Kita masih bisa ooptimis, bahwa pola makan yang sehat akan kembali terjadi seiring dengan kondisi ekonomi atau kesibukan dan setumpuk agenda kegiatan.

Tetapi, tampaknya kita tidak dapat memandang remeh atau tidak lagi bisa mengabaikan persoalan ketersisihan jika hal ini berhubungan dengan perubahan sikap dan perbuatan beresiko tinggi. Keberlangsungan dakwah dan keselamatannya merupakan dua hal yang terancam dari ekses keterasingan ikhwan dan akhwat dari lingkungan dakwahnya.

Dalam hal asing-mengasingkan ini, siapa pun dapat menjadi korban dan siapa pun bisa menjadi pelaku. Senior memiliki peluang untuk menyingkirkan juniornya. Sebaliknya, junior memiliki kemampuan untuk mengabaikan seniornya. Struktur dapat ‘menjajah’ nonstruktural dan sebaliknya, nonstruktural dibekali kemampuan dan naluri untuk memandulkan struktur.

Ibarat mobil yang melaju dalam kecepatan tinggi, diperlukan kesadaran yang tinggi dari pengendara dan kemampuan yang prima dari kendaraan. Menjaga agar tidak ada lagi yang ‘mati’ menjadi penting dalam perjalanan dakwah ini.

Senior dan Junior

Keberadaan senior dan junior adalah sebuah keniscayaan, seiring dengan semakin panjangnya sejarah sebuah organisasi. Senior dan junior akan muncul dengan sendirinya secara alami seiring dengan perjalanan waktu. Demikianlah pula dengan organisasi dakwah, ia tidak luput dari keniscayaan Allah tersebut. Seiring dengan perjalanan waktu, akan muncul kelas senior dakwah bersamaan dengan munculnya kelas junior dakwah. Kemunculan, keberadaan, atau eksistensi keduanya dalam sebuah organisasi dakwah adalah sebagian dari keniscayaan Allah bagi organisasi dakwah.

Antara senior dan junior berlaku hubungan timbal balik. Seseorang disebut dengan senior karena di sekitarnya terdapat pihak yang disebut junior. Jika kemundulan dan kebedaraan senior dan junior adalah sebuah sunnatullah dalam organisasi maka tidak demikian halnya dengan konflik di antara kedua kelas tersebut. Konflik antara senior dan junior bukanlah sunnatullah. Konflik di antara keduanya adalah akibat dan sesungguhnya dapat dicegah –dengan ijin Allah– oleh para penggiat organisasi.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya? Tidak lain harus dilakukan harmonisasi.

Prinsip-prinsip Harimonisasi

Enam prinsip haromonisasi relasi senior dan junior dalam sebuah organisasi dakwah adalah sebagai berikut.

Prinsip Pertama, Pengakuan Eksistensi

Pada dasarnya, upaya harmonisasi harus dimulai dengan mengakui eksistensi masing-masing dan menghindari aktivitas saling mencaplok. Artinya, mengakui eksistensi junior tanpa perlu untuk melikuidasi senior dan mengakui eksistensi senior tanpa perlu ada yang dilikuidasi. Mengakui dan menghormati senior dengan mengabaikan atau meminggirkan junior adalah kesalahan fatal. Tetapi, hanya mengakui eksistensi junior –dan mengabaikan serta meminggirkan senior– juga bukan pilihan yang tepat.

Prinsip Kedua, Tidak ada Keunggulan yang Bersifat Normatif-Mutlak

Meyakini bahwa tidak ada keunggulan yang bersifat normatif-mutlak pada diri seorang senior atas yuniornya, dan sebaliknya. Keunggulan seseorang dilihat pada kebaikan dan keadilannya. Keduanya –senior maupun junior– memiliki peluang yang sama dalam menggapai kebaikan tersebut. Oleh karena itu, tidak perlu ada stigma pada junior dan menyematkan selendang kebesaran pada setiap senior.

Prinsip Ketiga, Menyadarkan Keunggulan dan Kelemahan

Kalimat yang relevan dengan hal ini adalah hikmatusy syuyukh wa hamasatusy syabab. Kalimat ini menggambarkan keunggulan dan sekaligus kelemahan pada kedua kelas ikhwah ini. Seorang senior mungkin relatif lebih unggul dalam hikmah karena data, informasi, dan pengalamannya yang relatif lebih banyak. Tetapi, dalam diri senior melekat kemungkinan untuk melakukan kemalasan, banyak menuntut, dan lain-lain. Sementara, seorang junior relatif memiliki keunggulan dalam semangat dan energi dibandingkan para seniornya. Tetapi, dalam dirinya, tersimpan potensi ketergesaan dan kecerobohan.

Prinsip Keempat, Menyadarkan Potensi-potensi ’Kerakusan’

Senior memiliki potensi untuk ’rakus’ dalam penghormatan, fasilitas dan eksistensi sebagai senior. Seorang senior mungkin akan sangat sensitif dalam persoalan yang berhubungan dengan pernghormatan, fasilitas, dan eksistensi sebagai senior. Sebaliknya ’kerakusan’ junior lebih kepada kebutuhan aktual, lebih diterima, dan lebih eksis dalam berorganisasi.

Prinsip Kelima, Menyadarkan Relativitas Senior dan Relativitas Junior

Status dan kedudukan senior tidak berlaku seterusnya dan demikian pula dengan junior. Pada komunitas tertentu, seseorang adalah senior, sementara di sisi kehidupannya yang lain, ia adalah pendatang baru. Demikian sebaliknya, seorang menjadi junior dan menjadi senior dalam sebagian lingkungannya yang lain. Oleh sebab itu, seorang senior sesungguhnya adalah seorang junior yang memainkan peran senior dan seorang junior sejatinya adalah seorang senior yang sedang berperan sebagai junior. Seorang senior pasti pernah menjadi junior dan seorang junior pada masanya nanti akan menjadi senior bagi adik-adiknya. Oleh karena itu, jika seorang junior membagi sebuah peran senior dalam berorganisasi pada hakekatnya ia telah membuat peran dirinya sendiri di masa mendatang.

Prinsip Keenam, Menyadarkan Kebutuhan Nutrisi

Prinsip ini menegaskan bahwa senior perlu nutrisi dari junior dan junior perlu nutrisi yang ada pada diri senior. Nutrisi yang diperlukan seorang senior adalah semangat baja dan energi untuk bergerak dan berkorban. Sementara, nutrisi junior adalah pengalaman, ilmu serta hikmah. Agar ayam junior tidak mati di lumbung padi, para junior harus optimal dalam mengkonsumsi nutrisi yang disediakan senior yang bertebaran di sekitarnya. Jika junior sudah mengasingkan diri dari senior, maka kebinasaanlah yang akan terjadi, karena nutrisi tidak terpenuhi.

Membiarkan Perbedaan

Sebagai kesimpulan, membiarkan para senior berbeda dengan para juniornya serta membiarkan para junior memiliki ciri khusus dibanding para seniornya adalah sebuah langkah tepat. Menyudutkan senior karena seabrek kelemahannya tidak akan menghasilkan apa-apa, kecuali kegagalan dan sedikit kepuasan bagi para junior. Sementara memandulkan para junior juga berdampak buruk bagi jamaah dakwah dan sekedar menimbulkan kepuasan bagi para senior.

Sebagai sebuah keniscayaan, relasi senior dengan junior memerlukan penyikapan yang bijaksana. Sebagai sebuah potensi, relasi senior dengan junior perlu dioptimalkan. Sebagai problem, relasi senior dengan junior membutuhkan antisipasi yang efektif. Namun, hal penting yang harus dilakukan dan mendahului penyikapan, optimalisasi, dan antisipasi tersebut di atas adalah meletakkan prinsip-prinsip harmonisasi pada setiap anggota organisasi dan peletakan prinsip-prinsip harmonisasi harus dimulai sejak saat ini, bukan esok atau lain waktu. Wallahu a’alm.

Sumber: Eko, N. 2006. Sudahkah Kita Tarbiyah dengan pengubahan seperlunya

Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Agar Ayam Tak Mati di Lumbung Padi"

  1. mmh,,mh pusing lagi mo koment apa,,,
    be positive thinking terhadap apa yg dihasilkan oleh saudara/i kita aja,,, toh itu jg demi kpntingan da'wah.insyaallah...aamin.

    ReplyDelete

Sahabat... semua ide punya cacat, tapi dengan pendapat dari mu, ide itu akan semakin sempurna :
Ayo sempurnakan ide agar dia jadi kenyataan,Demi PERUBAHAN!!!!