Bukan Sekedar Peran Biasa

Rasulullah Saw terkejut. Hari itu ia tak melihat wanita yang biasa menyapu di masjidnya. Buru-buru beliau bertanya kepada para sahabatnya. Ternyata wanita tersebut sudah meninggal dunia.

Rasulullah heran dan bertanya-tanya, mengapa ia tak diberi tahu. Abu Bakar memberikan alasan, mungkin para sahabat menganggap wanita itu sepele. Ia hanya tukang sapu. Rasulullah minta untuk ditunjukkan letak kuburan wanita itu. Rasulullah saw pun segera melakukan sholat ghoib.



Kisah ini menunjukkan bahwa sebesar apapun peranan seseorang tak boleh diremehkan. Dalam dunia dakwah semua dibutuhkan. Demikian juga dalam tatanan kemasyarakatan. Harus ada yang jadi pemimpin. Konsekuensi logisnya harus ada yang dipimpin, rakyat, bawahan, bahkan pesuruh sekalipun.

Simak perihidup para sahabat. Mereka mempunyai kemampuan beragam. Ada yang mengandalkan ketajaman lisannya dalam berdakwah, kekuatan fisiknya, keahlian dalam memainkan pedang, ingatan yang tajam, kedermawanan dalam bersodakoh maupun kelebihannya masing-masing (baca 60 Perihidup Sahabat Rasulullah).
***

Suatu hari Khalifah Umar bin Abdul Aziz memanggil salah satu Gubernurnya di Malta, Ja’unah bin Harits. Ketika itu, peperangan baru saja dimenangkan. Berbagai hasil rampasan perang dibawa serta menghadap Umar bin Abdul Aziz.

“Apakah ada korban dari pihak kaum Muslimin?” tanya sang Khalifah.

Jau’nah menjawab,”Tidak ada, kecuali hanya seorang lelaki biasa.”

Tak disangka, seketika Umar bin Abdul Aziz marah besar mendengar jawaban Ja’unah.

“Apa katamu, hanya seorang lelaki biasa?” kata Umar dengan nada tinggi.

“HANYA SEORANG LELAKI BIASA?” Umar mengulangi kata-katanya.

Umar menambahkan, “kamu datang ke sini membawa kambing, sapi, lalu seorang muslim gugur kamu bilang hanya seorang lelaki biasa? Sungguh kamu tidak akan menjadi pejabatku, tidak juga keluargamu, selama aku masih hidup.

Kemarahan Umar begitu dahsyat. Gubernur yang sukses dalam mengemban tugas itu dipecat. Selamanya ia tidak akan menjadi pejabat di jaman Umar bin Abdul Aziz. Bahkan juga keluarganya, tak akan ada yang diberi jabatan. Kemarahan itu bukanlah karena seorang yang mati syahid. Namun lebih disebabkan oleh sikap sang Gubernur yang dengan gegabah merendahkan rakyatnya.

***

Ikhwah fillah. Ada orang-orang biasa, yang karena keislamannya ia menjadi luar biasa. Setidaknya sampai batas ia menjadi Muslim, berideologi dan beraqidah Islam. Itu saja sudah lebih cukup untuk dihargai.

Dalam timbangan kehidupan yang kian tidak adil, kita perlu belajar arif. Tengoklah sejenak orang-orang yang mungkin secara lahiriah memang biasa-biasa saja. Siapa tahu mereka justru bisa menjadi tempat belajar yang sesungguhnya. Di dunia ini sangat banyak orang-orang biasa yang sesungguhnya menyimpan kebaikan dan kebasaran yang luar biasa. Wajah mereka mungkin tidak pernah muncul di televisi, dengan segala aksesoris gemerlapnya. Nama mereka mungkin tak pernah tertulis di koran lokal apalagi nasional. Mereka orang-orang yang mungkin sering dianggap tidak ada, tapi peran mereka sangat terasa.

Orang yang hebat tidak hanya yang sudah terkenal. Sebagaimana orang yang terkenal belum tentu sesungguhnya hebat. Maka tidaklah adil ketika hidup hanya dipihakkan kepada ketenaran dan nama besar.

Peran sebagaimana anak kecil dalam pentas drama sekolah (kolom nasihat Irfan Toni Herlambang, Saksi) sungguh sebuah contoh yang tepat. Ketika makan malam, sang anak bercerita tentang sekolahnya.

“Ayah aku punya cerita dari sekolah.”

“Ada apa sih kamu tampak begitu bersemangat?” kata ayah.

“Ayah aku ikut drama di sekolahku! Pokoknya Ayah harus datang ketika aku pentas nanti.”

“Oh ya? Kamu dapat peran apa, jadi putri rajakah? Atau jadi kelinci seperti boneka milikmu?” Tampak sang ayah membuat mimik kelinci dengan raut wajahnya.

“Tidak. Aku dapat peran yang lebih hebat.”

“Aku dapat tugas bertepuk tangan!”

Ayah dan Ibu saling berpandangan.

“Maksudmu! KAMU CUMA JADI PENONTON BEGITU?”

Si kecil sibuk meralat ucapan sang Ayah, “Bukan-bukan. Kata Ibu guru, aku bertugas memberikan semangat buat teman-temanku.” Ada nada bangga terlihat di sana. “Oh ya, Ibu guru juga bilang, peranku tak kalah dengan lainnya!” Kata sang anak dengan bangganya.

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Bukan Sekedar Peran Biasa"

  1. assalamu'alaykum....
    saya teringat kisah seorang pemuda yang selalu menyesali nasibnya yang hanya menjadi seorang CS disebuah perusahaan.hal ini menyebabkannya gak PD dan membuat semangat kerjanya semakin hari semakin menurun.Namun disaat yang sama ia melihat rekan seprofesi yang telah berumur 60thn dan telah bekerja sebagai CS 20 thn lebih lamanya, tapi selalu bekerja dengan semangat dan senyuman yang selalu menghiasi bibirnya. tak pernah menyesali perannya sebagai seorang CS dan bersyukur.karena Ia yakin Allah tidak melihat besar atau kecilnya peran yang kita mainkan, tapi bagaimana kita bisa memberi makna atas peran kita mainkan dan maksimal dengan peran kita masing2. karena tidak semua orang punya peran penting, tapi setiap kita penting punya peran.

    ReplyDelete
  2. Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
    Kaos Islami Dakwah

    Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
    Hati yang Tulus Tak Bisa Direkayasa

    ReplyDelete

Sahabat... semua ide punya cacat, tapi dengan pendapat dari mu, ide itu akan semakin sempurna :
Ayo sempurnakan ide agar dia jadi kenyataan,Demi PERUBAHAN!!!!